Friday, June 30, 2006

World Cup dan Ekonomi Pasar

Piala Dunia Germany, 2006, tak terasa telah memasuki babak perempat final. Tak ada kejutan yang berarti. Tim-tim yang semula diperkirakan akan sampai pada babak ini benar belaka. Tuan rumah Jerman akhirnya harus menghadapi Argentina (sayang sekali sudah terjadi pada babak ini), Inggris akan menghadapi Portugal, Italia versus Ukraina, dan Brazil akan berhadapan dengan Perancis. Tak ada "kuda hitam" yang muncul dari benua Afrika maupun Asia kali ini.

Fenomena piala dunia sepak bola ini menarik bagi saya. Ia menjadi cermin kekuatan dan faedah globalisasi dan ekonomi pasar. Hampir tak ada sudut didunia ini yang pada sat ini tak "bersuara" atau "berbau" piala dunia. Cafe, hiburan malam, atau tempat berkumpul yang tak menyediakan tayangan sepakbola melalui televisi atau screen besar, sepi dikunjungi. Televisi dan antena penerima sinyal siaran televisi sedang laku-lakunya dipasaran. Jutaan produk dan merchandise yang berkaitan dengan piala dunia diproduksi massal untuk melayani hajatan empat tahun sekali ini.

Sebagai sebuah produk, penyelenggara piala dunia pun dengan memanjakan penonton baik yang langsung datang di stadion maupun yang menonton melalui televisi. Stadion-stadion yang diapaki bertanding telah disiapkan lama dan direnovasi untuk memberikan kenyamanan bagi penonton. Sempat pula FIFA meminta untuk mengubah tata pencahayaan di stadion, setelah pertandingan awal, karena dianggap masih belum memuaskan penonton televisi. Penonton dimanjakan dengan servise yang memuaskan agar produk tersebut disukai dan dinikmati dengan sempurna. Beberapa wasit yang dianggap tak becus memimpin pertandingan pun dipulangkan.

Konsumen pun menjadi raja. Masih ingat tatkala banyak penonton memprotes pada salah satu stasiun televisi di Jakarta yang satu-satunya memiliki ijin untuk menyiarkans ecara langsung di Indonesia, untuk mengganti penyiar yang dianggap tak becus berbicara soal sepakbola? "Sihir" piala dunia sepakbola mampu membangkitkan kesadaran konsumen akan haknya.

Piala Dunia sepak bola juga cermin less state intervention. Pembukaan hajat besar ini hanya dilakukan oleh legenda sepakbola Brazil, Pele, dan seorang model Claudia Schiffer. Seorang kanselir Jerman, Raja Spanyol, atau Presiden Irak harus rela hanya sebagai penonton, sama dengan para artis selebriti yang menjadi kekasih atau isteri para pemain.

Pelajaran yang dapat dipetik dari fenomena ini adalah, pasar ekan berkembang dengan lebih baik dan menguntungkan konsumen jika diberi keleluasaan dan tak mengalami intervensi negara.

No comments: